Kiri ke kanan : Alif Alfiyanto Syam (Ketua HIMSI FS UMI/moderator), Gunawan Songki (Aktivis UPPM UMI), Syafri Arifuddin (Penulis), Anzhalox Welliken (Kader PMII Kota Makassar)
“Mahasiswa sastra tanpa membaca sama saja dengan hidup tidak menggunakan akalnya dengan baik”, ungkap Alif Alfiyanto Syam sebagai moderator. Hal tersebut ia sampaikan dalam mengawali Dialog Kepemudaan yang diadakan HIMSI FS UMI, Rabu (26/10), di gedung Fakultas Sastra Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Sebanyak puluhan peserta dari lembaga Fakultas Sastra UMI turut memeriahkan acara ini.
Kegiatan itu diisi oleh tiga pembicara, yakni Gunawan Songki, Syafri Arifuddin dan Anzhalox Welliken. Ketiga narasumber itu menyampaikan kajiannya dengan tema “Literasi, Perlukah?”. Setidaknya ada tiga perspektif yang disampaikan para narasumber.
Gunawan menegaskan bahwa perlu ditanamkan rasa cinta kepada literasi atau membaca dan menulis terhadap diri setiap diri mahasiswa yang mengaku kuliah di Fakultas Sastra. Lebih jauh ia mengatakan, literasi dimulai salah satunya dengan menggandakan forum-forum seperti ini.
Disamping itu Syafri mengartikan literasi sebagai alat perjuangan yang kemudian mempengaruhi masyarakat untuk bangkit melawan ketidakadilan . Kongkritnya ia mengambil Revolusi Iran dan Revolusi Kuba sebagai sampel.
Berbeda dengan keduanya, Anzhalox memandang literasi dari perspektif budaya. Literasi dalam perspektif budaya adalah membaca dalam arti konteks kearifan lokal Nusantara. Ia mengangkat aksara lontara dan kitab tripitaka sebagai pijakan literasi nusantara. “Hanya di Indonesia semua perbedaan bisa hidup berdampingan dengan damai berkat kearifan lokal yang orisinil milik kita”, ungkapnya.
Penulis : Nurzabania
Fotografer : Ma’ruf Pangewa
•AKMM
#SalamSahabatUMI
Read Via LINE
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments:
Post a Comment