Rachmat Faisal Syamsu
(Dosen Fakultas Kedokteran UMI)
"MASA DEPAN PENDIDIKAN DOKTER"
(Dalam Rangka Milad Ikatan Dokter Indonesia / IDI yang ke-66)
Selamat hari dokter nasional 24 Oktober 2016. Semoga teman sejawat sekaliansehat walafiat, selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, serta semua pasien yangdirawat diberi kesembuhan,aamiin.
66 tahun yang lalu, tepatnya 24 Oktober 1950 didepan para notaris telah berhasil diresmikan berdirinya perkumpulan dokter Indonesia yang diberi nama Ikatan Dokter Indonesia atau biasa disingkat IDI.
66 tahun yang lalu nama-nama pelaku sejarah telahtercantum seperti dr.Soeharto, dr.Sarwono P, dr.Pringgadi, dr.Puw Eng Liang, dr.Tan Eng Tie,dan dr.Hadrianus Sinaga. Merekalah yang menjadi peletak batu pertama berdirinya IDI digedung pertemuan kotapraja Jakarta. Dan sejarah kemudian mencatat terpilihnya dr.SarwonoPrawirohardjo sebagai ketua IDI yang pertama saat itu.
Sekarang, 66 tahun adalah usia yang tidak lagi muda, usia yang sudah kenyang lika-liku sejarah kehidupan, usia yang telah melahirkan banyak generasi penerus untuk kedepannya.
Dalam perjalanan usia yang ke-66 ini tentunya ada banyak masalah atau cobaan yang terkadang melemahkan juga telah banyak menguatkan IDI.
Namun terlepas dari itu semua, saya yakin para dokter, guru-guru kami, serta teman sejawat sekalian masih tetap berada pada cita-citamulianya yang utama yaitu kepentingan dan kesembuhan pasien tetap nomor satu. Sesuai lafal sumpah dokter dinomor urut satu yang berbunyi,
"Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan kemanusiaan."
Tentang Fakultas Kedokteran
Semua anggota IDI tanpa terkecuali lahir dari rahim yang sama yaitu Fakultas kedokteran. Fakultas yang menjadi "bengkel" produksi para dokter. Disanalah para calon dokter itu berproses membangun karakter kepribadian dan keilmuannya tanpa batas. Fakultas yang telah menjadi primadona banyak orang, hingga mucul plesetan bahwa fakultas kedokteran adalah cita-cita sejuta ummat.
Ekspektasi masyarakat terhadap fakultas kedokteran dari dulu sampai sekarang sangatlah tinggi. Ini terbukti pada ujian seleksi masuk PTN dan PTS setiap tahunnya, dimana fakultas kedokteran selalu kelebihan kouta peminat hingga rata-rata 1:30 orang, artinya 1 kursi di Fakultas Kedokteran kadang diperebutkan oleh 30 orang bahkan terkadang lebih, padahal kuota Fakultas saat penerimaan mahasiswa barudibatasi hanya bisa menerima rata-rata 150-200 orang pertahunnya.
Sementara disisi lain,memang permintaan akan kebutuhan tenaga dokter diberbagai daerah juga terus meningkat, masih banyak daerah yang kekurangan dokter. Sehingga kalau bertahan dengan jumlah Fakultas Kedokteran yang ada dengan kouta yang terbatas maka permintaan akan tenagadokter disetiap daerah tidak akan terpenuhi. Hal ini membuat inisiatif pemerintah untuk menambah jumlah Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia, entah itu negeri atau swasta.Tujuannya utamanya ada dua yaitu,
Pertama, mengayomi cita-cita mulia masyarakat yang ingin menjadi seorang dokter dengan pendidikan yang berkualitas dan
kedua, mencetak output dokter yang banyak atas panggilan kemanusiaan karena banyaknya daerah yang kekurangan tenaga dokter.
Dua tujuan tersebut adalah dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Sebab semakin banya fakultas kedokteran yang dibuka maka akan semakin banyak jumlah lulusan dokter nantinya, dengan catatan berkualitas dan atas panggilan kemanusiaan. Alhasil Jumlah Fakultas kedokteran di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Tercatat penambahannya sejak tahun 2003 berjumlah 35 Fakultas, tahun 2001 berjumlah 41Fakultas, tahun 2002 berjumlah 43 Fakultas, tahun 2003 berjumlah 45 Fakultas, tahun 2004 berjumlah 48 Fakultas, tahun 2005 berjumlah 52 Fakultas, tahun 2008 berjumlah 67, tahun 2009 berjumlah 70 Fakultas, tahun 2010 berjumlah 71 Fakultas, tahun 2011 berjumlah 72 Fakultas, tahun 2013 berjumlah 73 Fakultas, tahun 2014 berjumlah 75 Fakultas, tahun 2016 berjumlah 83 Fakultas. Dan hingga saat ini di Indonesia tercatat ada 83 fakultas kedokteran yang aktif beroperasi, baik negeri maupun swasta.
Dari 83 itu, 15 diantaranya yang terakreditasi A, 24 terakreditasi B, 37 yang terakreditasi C dan sisanya sedang dalam proses.
Tiga Pekerjaan Rumah
Ditengah usaha tersebut, satu per satu masalah mulai muncul,
pertama, ketika penambahan jumlah fakultas kedokteran yang baru tidak diiringi dengan perbaikan kualitasdari fakultas yang telah ada sebelumnya. Sebanyak 45% dari fakultas kedokteran yang sudahada saat ini masih berakreditasi C, artinya lulusan dari fakultas tersebut nantinya akankesulitan mencari kerja karena syarat minimal yang biasa diajukan adalah fakultas yang berakreditasi B.
Kedua, jumlah mahasiswa yang diterima rata-rata fakultas yang baru dibuka dan beberapa juga dari yang sudah lama telah melebihi kouta yang ditentukan, sehingga rasio perbandingan antara dosen dan mahasiswa tidak seimbang dan akibatnya banyak mahasiswa "terlantar" tidak memperoleh pendidikan yang harusnya mereka dapatkan karena kurangnya tenaga pelajar atau dosen.
Ketiga, biaya pendidikan dokter yang semakin mahal sebagai kompensasi penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang pendidikan, sehingga nantinya mereka yang bisa masuk ke fakultas kedokteran adalah mereka yang mempunyai kemampuan finansial diatas rata-rata meski kecerdasannya berada dilevel menengah kebawah. Ini dikhawatirkan bisa berakibat pada kualitas lulusan nantinya. Mereka kurang memperhatikan aspek kelimuan dan berusaha mengejar materi untuk mengembalikan biaya banyak yang telah dikeluarkan selama sekolah di Fakultas Kedokteran.
Tiga masalah utama ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan dengan duduk bersama antar pemerintah, pihak kampus, dan tentu saja melibatkan IDI.
Masa Depan Pendidikan Dokter
Bercermin dari realita yang ada sekarang, kita dapat membayangkan bagaimana masa depan pendidikan dokter nantinya. Ini bukanlah suatu prasangka buruk, melainkan kekhawatiran yang beralasan akan kecintaan pada profesi ini. Dua tujuan awal penambahan fakultas kedokteran di Indonesia yang disebutkan diatas haruslah dikembalikan ke fitrahnya, yaitu berkualitas demi kemanusiaan. Bukan menambahkan tujuan lain seperti kepentingan"bisnis." Ketika kepentingan bisnis masuk, maka masa depan pendidikan kedokteran akan tamat dengan sendirinya. Kepercayaan masyarakat akan kualitas pendidikan dokter semakinmenurun dan dengan sendirinya masyarakat akan menjadi lebih mudah mengklaim bahwa dokter melakukan "malpraktek" karena penyakitnya tidak sembuh dan semakin parah, padahal tugas dokter hanyalah mengobati dan kesembuhan itu datangnya dari Tuhan. Krisis kepercayaan akan memudahkan klaim "malpraktek" itu terjadi dimana-mana, semua karena berubahnya niat kemanusiaan menjadi bisnis.
Sebagai penutup, dihari dokter nasional ini tak ada salahnya mengingat kembali pesan dari guru-guru kami, bahwa
"pendidikan dokter adalah pendidikan yang mengharuskan kitauntuk belajar seumur hidup".
Semoga kelak cita-cita mulia seseorang untuk menjadi dokter dijemput dengan penyajian pendidikan dokter yang berkualitas.Demi masa depan pendidikan dokter yang lebih baik. AAMIIN
•RA
#SalamSahabatUMI
Open Via LINE !
(Dosen Fakultas Kedokteran UMI)
"MASA DEPAN PENDIDIKAN DOKTER"
(Dalam Rangka Milad Ikatan Dokter Indonesia / IDI yang ke-66)
Selamat hari dokter nasional 24 Oktober 2016. Semoga teman sejawat sekaliansehat walafiat, selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, serta semua pasien yangdirawat diberi kesembuhan,aamiin.
66 tahun yang lalu, tepatnya 24 Oktober 1950 didepan para notaris telah berhasil diresmikan berdirinya perkumpulan dokter Indonesia yang diberi nama Ikatan Dokter Indonesia atau biasa disingkat IDI.
66 tahun yang lalu nama-nama pelaku sejarah telahtercantum seperti dr.Soeharto, dr.Sarwono P, dr.Pringgadi, dr.Puw Eng Liang, dr.Tan Eng Tie,dan dr.Hadrianus Sinaga. Merekalah yang menjadi peletak batu pertama berdirinya IDI digedung pertemuan kotapraja Jakarta. Dan sejarah kemudian mencatat terpilihnya dr.SarwonoPrawirohardjo sebagai ketua IDI yang pertama saat itu.
Sekarang, 66 tahun adalah usia yang tidak lagi muda, usia yang sudah kenyang lika-liku sejarah kehidupan, usia yang telah melahirkan banyak generasi penerus untuk kedepannya.
Dalam perjalanan usia yang ke-66 ini tentunya ada banyak masalah atau cobaan yang terkadang melemahkan juga telah banyak menguatkan IDI.
Namun terlepas dari itu semua, saya yakin para dokter, guru-guru kami, serta teman sejawat sekalian masih tetap berada pada cita-citamulianya yang utama yaitu kepentingan dan kesembuhan pasien tetap nomor satu. Sesuai lafal sumpah dokter dinomor urut satu yang berbunyi,
"Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan kemanusiaan."
Tentang Fakultas Kedokteran
Semua anggota IDI tanpa terkecuali lahir dari rahim yang sama yaitu Fakultas kedokteran. Fakultas yang menjadi "bengkel" produksi para dokter. Disanalah para calon dokter itu berproses membangun karakter kepribadian dan keilmuannya tanpa batas. Fakultas yang telah menjadi primadona banyak orang, hingga mucul plesetan bahwa fakultas kedokteran adalah cita-cita sejuta ummat.
Ekspektasi masyarakat terhadap fakultas kedokteran dari dulu sampai sekarang sangatlah tinggi. Ini terbukti pada ujian seleksi masuk PTN dan PTS setiap tahunnya, dimana fakultas kedokteran selalu kelebihan kouta peminat hingga rata-rata 1:30 orang, artinya 1 kursi di Fakultas Kedokteran kadang diperebutkan oleh 30 orang bahkan terkadang lebih, padahal kuota Fakultas saat penerimaan mahasiswa barudibatasi hanya bisa menerima rata-rata 150-200 orang pertahunnya.
Sementara disisi lain,memang permintaan akan kebutuhan tenaga dokter diberbagai daerah juga terus meningkat, masih banyak daerah yang kekurangan dokter. Sehingga kalau bertahan dengan jumlah Fakultas Kedokteran yang ada dengan kouta yang terbatas maka permintaan akan tenagadokter disetiap daerah tidak akan terpenuhi. Hal ini membuat inisiatif pemerintah untuk menambah jumlah Fakultas Kedokteran di seluruh Indonesia, entah itu negeri atau swasta.Tujuannya utamanya ada dua yaitu,
Pertama, mengayomi cita-cita mulia masyarakat yang ingin menjadi seorang dokter dengan pendidikan yang berkualitas dan
kedua, mencetak output dokter yang banyak atas panggilan kemanusiaan karena banyaknya daerah yang kekurangan tenaga dokter.
Dua tujuan tersebut adalah dua sisi mata uang yang tidak boleh dipisahkan. Sebab semakin banya fakultas kedokteran yang dibuka maka akan semakin banyak jumlah lulusan dokter nantinya, dengan catatan berkualitas dan atas panggilan kemanusiaan. Alhasil Jumlah Fakultas kedokteran di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Tercatat penambahannya sejak tahun 2003 berjumlah 35 Fakultas, tahun 2001 berjumlah 41Fakultas, tahun 2002 berjumlah 43 Fakultas, tahun 2003 berjumlah 45 Fakultas, tahun 2004 berjumlah 48 Fakultas, tahun 2005 berjumlah 52 Fakultas, tahun 2008 berjumlah 67, tahun 2009 berjumlah 70 Fakultas, tahun 2010 berjumlah 71 Fakultas, tahun 2011 berjumlah 72 Fakultas, tahun 2013 berjumlah 73 Fakultas, tahun 2014 berjumlah 75 Fakultas, tahun 2016 berjumlah 83 Fakultas. Dan hingga saat ini di Indonesia tercatat ada 83 fakultas kedokteran yang aktif beroperasi, baik negeri maupun swasta.
Dari 83 itu, 15 diantaranya yang terakreditasi A, 24 terakreditasi B, 37 yang terakreditasi C dan sisanya sedang dalam proses.
Tiga Pekerjaan Rumah
Ditengah usaha tersebut, satu per satu masalah mulai muncul,
pertama, ketika penambahan jumlah fakultas kedokteran yang baru tidak diiringi dengan perbaikan kualitasdari fakultas yang telah ada sebelumnya. Sebanyak 45% dari fakultas kedokteran yang sudahada saat ini masih berakreditasi C, artinya lulusan dari fakultas tersebut nantinya akankesulitan mencari kerja karena syarat minimal yang biasa diajukan adalah fakultas yang berakreditasi B.
Kedua, jumlah mahasiswa yang diterima rata-rata fakultas yang baru dibuka dan beberapa juga dari yang sudah lama telah melebihi kouta yang ditentukan, sehingga rasio perbandingan antara dosen dan mahasiswa tidak seimbang dan akibatnya banyak mahasiswa "terlantar" tidak memperoleh pendidikan yang harusnya mereka dapatkan karena kurangnya tenaga pelajar atau dosen.
Ketiga, biaya pendidikan dokter yang semakin mahal sebagai kompensasi penyediaan sarana dan prasarana untuk menunjang pendidikan, sehingga nantinya mereka yang bisa masuk ke fakultas kedokteran adalah mereka yang mempunyai kemampuan finansial diatas rata-rata meski kecerdasannya berada dilevel menengah kebawah. Ini dikhawatirkan bisa berakibat pada kualitas lulusan nantinya. Mereka kurang memperhatikan aspek kelimuan dan berusaha mengejar materi untuk mengembalikan biaya banyak yang telah dikeluarkan selama sekolah di Fakultas Kedokteran.
Tiga masalah utama ini adalah pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan dengan duduk bersama antar pemerintah, pihak kampus, dan tentu saja melibatkan IDI.
Masa Depan Pendidikan Dokter
Bercermin dari realita yang ada sekarang, kita dapat membayangkan bagaimana masa depan pendidikan dokter nantinya. Ini bukanlah suatu prasangka buruk, melainkan kekhawatiran yang beralasan akan kecintaan pada profesi ini. Dua tujuan awal penambahan fakultas kedokteran di Indonesia yang disebutkan diatas haruslah dikembalikan ke fitrahnya, yaitu berkualitas demi kemanusiaan. Bukan menambahkan tujuan lain seperti kepentingan"bisnis." Ketika kepentingan bisnis masuk, maka masa depan pendidikan kedokteran akan tamat dengan sendirinya. Kepercayaan masyarakat akan kualitas pendidikan dokter semakinmenurun dan dengan sendirinya masyarakat akan menjadi lebih mudah mengklaim bahwa dokter melakukan "malpraktek" karena penyakitnya tidak sembuh dan semakin parah, padahal tugas dokter hanyalah mengobati dan kesembuhan itu datangnya dari Tuhan. Krisis kepercayaan akan memudahkan klaim "malpraktek" itu terjadi dimana-mana, semua karena berubahnya niat kemanusiaan menjadi bisnis.
Sebagai penutup, dihari dokter nasional ini tak ada salahnya mengingat kembali pesan dari guru-guru kami, bahwa
"pendidikan dokter adalah pendidikan yang mengharuskan kitauntuk belajar seumur hidup".
Semoga kelak cita-cita mulia seseorang untuk menjadi dokter dijemput dengan penyajian pendidikan dokter yang berkualitas.Demi masa depan pendidikan dokter yang lebih baik. AAMIIN
•RA
#SalamSahabatUMI
Open Via LINE !
0 comments:
Post a Comment