GAGAL FOKUS GERAKAN MAHASISWA
Gerakan mahasiswa banyak yang memakai jargon demokrasi dalam metode dan taktik gerakannya. Konteks sederhananya, mahasiswa begitu gemar melabeli ‘ini tidak demokratis’ ‘ini melanggar asas demokrasi’ ketika elite negara sebagai pemangku kebijakan, menurut mahasiswa sebagai kebijakan yang tidak pro rakyat.
Mahasiswa dalam konteks ini sangat kekirian dan anti-imperialis.
Di samping itu, mahasiswa ‘mencari’ makna demokrasi yang khas Indonesia. Pandangan ini berpadu, bahwa kapitalisme tidak bisa disandangkan dengan demokrasi karena terdapat akumulasi modal di tangan elit. Model demokrasi yang dari Amerika Serikat disebut sebagai ‘demokrasi kapitalis’ yang tidak membawa semangat kerakyatan. Oleh karena itu, harus dipadukan dengan nilai-nilai asli Indonesia yang sangat ‘sosialis’.
Bila disarikan dengan premis-premis sebelumnya, paradoks yang terjadi terdiri dari tiga entitas: memakai jargon demokrasi, mengkritik demokrasi yang otentik (karena dianggap imperial dan tidak berlandaskan kesetaraan), dan mencari model demokrasi yang khas Indonesia.
Paradigma kekirian terlihat dari bagaimana gerakan mahasiswa mengkonseptualisasikan ‘rakyat’. Rakyat dispesifikasikan sebagai ‘kaum lemah, proletar, miskin dan tertindas’. Mahasiswa memiliki kecenderungan avant grade dan ketegangan antara perubahan yang berpusat pada kepeloporan massa dan elite dalam sejarah Indonesia membuat paradigma kekirian tetap menjadi isu.Kritik yang ingin saya sampaikan adalah bila berbicara contoh, mari kita garis bawahi persoalan kemiskinan.
Bahwa persoalan kemiskinan, erat dengan kata banyak. Berpuluh-puluh tahun, berjuta-juta orang Indonesia menyandang predikat miskin. Tetapi, bicara tentang kemiskinan, menurut hemat saya tidak hanya sebatas rakyat besar sebagai eksploitator, dan rakyat kecil sebagai korban eksploitasi.
Memang tidak dipungkiri, masyarakat miskin adalah korban dari kegagalan sistem politik negara ini. Masyarakat miskin, rakyat kecil, yang merupakan bagian dari kelompok mayoritas di negeri ini, diistilahkan dengan kelompok silent majority. Silent majority adalah dampak dari proses depolitisasi pemerintah terdahulu bahkan dari zaman kolonial Belanda masyarakat dijauhkan dari politik.masyarakat miskin, menjadi apolitis dan menjadi objek pembangunan.
Antitesis negara, termasuk di dalamnya gerakan mahasiswa, berjuang mengatasnamakan silent majority ini. Dalam konteks gerakan mahasiswa, rakyat yang mereka sebut tertindas.
Inilah salah satu akar masalah yang perlu ditinjau kembali. Rakyat kecil tidak bisa terus menerus jadi objek, bahkan objek perjuangan sekalipun. Silent majority juga berkaitan dengan masalah mental si miskin yang tidak merdeka.
Belenggu itu harus dilepaskan dengan berhenti memperlakukan rakyat sebagai objek dan melibatkan masyarakat dalam proses pengembangan dimulai dari mengembangkan self-capacity masyarakat itu sendiri. rakyat besar tidak bisa langsung digeneralisir sebagai penindas rakyat kecil. Gerakan mahasiswa, sebagai bentuk civil society, pada praktiknya adalah sebagai penghubung negara dengan warganya.
Kekuasaan adalah hal yang rawan, sehingga patut untuk selalu diawasi dan dikritisi. Tapi di sisi lain, membangun kepercayaan dari level akar rumput itu penting. Sehingga generalisasi terhadap rakyat besar bisa diminimalisir dan terjadi sinergisasi di kedua belah pihak.
Masyarakat pun akan semakin kritis dengan politik, kekuasaan di atas dapat terawasi, sehingga praktik-praktik politik kotor akan semakin luntur. Sekali lagi, itu dapat tercapai ketika masyarakat berhenti diberlakukan dan bermental sebagai objek.
gerakan mahasiswa semakin sepi. Para mahasiswa yang terlibat di dalamnya pun seperti hilang arah, meskipun sulit bagi mereka mengakuinya. Untuk meneriakkan ‘protes’ gerakan mahasiswa saat ini sulit untuk menggandeng massa untuk bergerak. Massa mahasiswa di luar ‘para aktivis’ itu pun mulai menganggap demonstrasi adalah hal yang kurang begitu relevan di masa ini.
Buah manis pergerakan akan didapat jika para pelaku gerakan mahasiswa segera menanam dan merawat pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan zaman. Gerakan mahasiswa bukanlah gerakan penerus, bukanlah gerakan pewaris. Jika terus menerus terbuai sejarah angkatan lama persoalan kesejahteraan rakyat Indonesia akan terus menjadi persoalan ‘yang biasa’. Gerakan mahasiswa akan semakin usang dan hanya menjadi sebatas retorika, yang selalu marah kepada rakyat besar dan mengasihani rakyat kecil.
sungguh berjuang bersama rakyat selalu terhormat.
salam kemuliaan
By : MUHAMMAD BADAI ANUGRAH
FH-UMI 2012
•AKMM
#SalamSahabatUMI
Read Via LINE
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
0 comments:
Post a Comment